Kamis, 10 Juli 2014

Kebudayaan Surakarta


LARUNG AGUNG GETHEK JAKA TINGKIR

(Puncak Acara Syawalan di Solo)
1.                Keadaan masyarakat Solo dan Sejarah Larung Jaka Tarub
Di daerah Solo,khususnya di daerah Sukoharjo mempunyai ritual khusus dalam memperingati syawalan(sehari setelah idhul fitri tepatnya). Di daerah saya terdapat ritual “Larung Getek Jaka Tingkir”, larungan dimaksudkan untuk mengingatkan warga Solo kepada kisah Jaka Tingkir yang mengarungi sungai dari Pesanggrahan Langenharjo menuju makam Kiai Butuh di Sragen, untuk memikat anak perempuan Raja Demak. Dalam babad Tanah Jawi, Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya akhirnya berhasil memindahkan Demak ke Pajang setelah membunuh Arya Penangsang(penguasa Demak setelah Sultan Trenggono wafat pada abad ke-15).
Telah diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Solo telah lama mengenal legenda Jaka Tingkir. Jaka Tingkir adalah seorang pemuda desa yang memiliki kesaktian dan budi pekerti luhur. Hidup yang dijalaninya, seketika berubah saat sang guru mendapat wangsit bahwa Jaka Tingkir akan menjadi seorang pemimpin. Jalan bagi pemuda sederhana ini untuk mewujudkannya, amatlah berliku. Namun berkat kegigihannya, akhirnya sampailah Jaka Tingkir menuju tahta, yang selanjutnya dikenal dengan nama Sultan Hadiwijaya, dan menjadi cikal bakal keturunan raja-raja Mataram. Perubahan hidup Jaka Tingkir bisa dibilang diawali dari perjalanannya menyusuri sungai Bengawan Solo, menuju Kerajaan Demak. Perjalanan ini untuk mewujudkan wangsit yang diterima Kyai Banyu Biru, sang guru, bahwa Jaka Tingkir kelak akan menjadi pemimpin. Diiringi gemulai Tari Gambyong, Jaka Tingkir yang didampingi Ki Ageng Penjawi serta Ki Ageng Pamanahan, saudara seperguruannya, siap menjalani Larung Ageng. Dari penggalan Tembang Sigra Milir, tersirat begitu sakralnya perjalanan Jaka Tingkir mengarungi sungai Bengawan Solo. Dengan hanya menggunakan rakitan bambu, Jaka Tingkir siap menaklukkan Demak. Perjalanan melintasi Bengawan Solo ini dinilai istimewa bagi masyarakat setempat, mengingat secara akal sehat, kala itu perjalanan tersebut sulit dilaksanakan. Bahkan konon, berbagai ancaman siap menggagalkan Jaka Tingkir dalam mewujudkan cita -citanya. Namun, berbekal kesaktian yang dimiliki, Jaka Tingkir berhasil mengatasi semua cobaan. Bahkan buaya-buaya yang awalnya mengganggu perjalanan Jaka Tingkir, justru berbalik membantu menjaga gethek sang pendekar dalam menaklukkan arus Bengawan Solo.
2.                Urutan prosesi “Larung Gethek Jaka Tarub”
Dalam acara ini, biasanya seorang “putra daerah” dijadikan sebagai tokoh Jaka Tingkir,lalu diiringi dengan perarakan gethek yang berisi Satu kompi pasukan kraton Surakarta dan kraton Mangkunegaran, yang terdiri dari Tamtama, Prawira, Jayeng Asro, dan pasukan pengawal raja, Sorogeni, siap mengawal perjalanan Jaka Tingkir. Perarakan gethek Jaka Tingkir dengan perahu bercorak Rajamala melaju di aliran sungai Bengawan Solo ini, diawali dari Pesanggrahan Langenharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Arak-arakan ini nantinya akan melintasi bentaran sungai Bengawan Solo sepanjang 42 kilometer dan berakhir di makam orang tua sekaligus guru Jaka Tingkir, Kyai Butuh, di Sragen.
Di iring-iringan, terdapat tumpukan ketupat yang dibuat sebagai wujud syukur atas karunia Tuhan dan dibagikan saat acara larungan.  Dalam Larung Ageng ini, tiga titik menjadi tempat persinggahan tokoh “Jaka Tingkir”. Selain Pendopo Langenharjo, di tengah perjalanan, Jaka Tingkir berhenti di taman Ronggo Warsito atau Taman Gesang, Jurug Solo. Disini,tokoh Jaka Tingkir berganti titian, dari gethek, dilanjutkan dengan kuda dan gajah sebagai alat transportasi. Kebon Binatang Taman Jurug semakin marak, menyambut kedatangan arak-arakan tokoh “Jaka Tingkir”. Gemulai tarian Gambyong Pare Anom, di Taman Gesang, menambah hidup suasana Larung Ageng. Tujuan terakhir Kirab Larung Ageng Jaka Tingkir, terletak 17 kilometer dari Taman Jurug, yakni makam orang tua sekaligus guru Jaka Tingkir, Kyai Butuh, di Desa Butuh, Sragen. Keberadaan makam orang tua Jaka Tingkir di Desa Butuh, Sragen, menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat sekitar. Tidak heran, jika sepanjang pagi hingga petang, dengan sabar, mereka menunggu kedatangan arak-arakan Jaka Tingkir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar