LARUNG AGUNG GETHEK JAKA TINGKIR
(Puncak Acara Syawalan di Solo)
1.
Keadaan
masyarakat Solo dan Sejarah Larung Jaka Tarub
Di daerah Solo,khususnya di daerah
Sukoharjo mempunyai ritual khusus dalam memperingati syawalan(sehari setelah
idhul fitri tepatnya). Di daerah saya terdapat ritual “Larung Getek Jaka
Tingkir”, larungan dimaksudkan untuk mengingatkan warga Solo kepada kisah Jaka
Tingkir yang mengarungi sungai dari Pesanggrahan Langenharjo menuju makam Kiai
Butuh di Sragen, untuk memikat anak perempuan Raja Demak. Dalam babad Tanah
Jawi, Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya akhirnya berhasil
memindahkan Demak ke Pajang setelah membunuh Arya Penangsang(penguasa Demak
setelah Sultan Trenggono wafat pada abad ke-15).
Telah diketahui bahwa sebagian
besar masyarakat Solo telah lama mengenal legenda Jaka Tingkir. Jaka Tingkir adalah
seorang pemuda desa yang memiliki kesaktian dan budi pekerti luhur. Hidup yang
dijalaninya, seketika berubah saat sang guru mendapat wangsit bahwa Jaka
Tingkir akan menjadi seorang pemimpin. Jalan bagi pemuda sederhana ini untuk
mewujudkannya, amatlah berliku. Namun berkat kegigihannya, akhirnya sampailah
Jaka Tingkir menuju tahta, yang selanjutnya dikenal dengan nama Sultan
Hadiwijaya, dan menjadi cikal bakal keturunan raja-raja Mataram. Perubahan
hidup Jaka Tingkir bisa dibilang diawali dari perjalanannya menyusuri sungai
Bengawan Solo, menuju Kerajaan Demak. Perjalanan ini untuk mewujudkan wangsit
yang diterima Kyai Banyu Biru, sang guru, bahwa Jaka Tingkir kelak akan menjadi
pemimpin. Diiringi
gemulai Tari Gambyong, Jaka Tingkir yang didampingi Ki Ageng Penjawi serta Ki
Ageng Pamanahan, saudara seperguruannya, siap menjalani Larung Ageng. Dari
penggalan Tembang Sigra Milir, tersirat begitu sakralnya perjalanan Jaka
Tingkir mengarungi sungai Bengawan Solo. Dengan hanya menggunakan rakitan
bambu, Jaka Tingkir siap menaklukkan Demak. Perjalanan melintasi Bengawan Solo
ini dinilai istimewa bagi masyarakat setempat, mengingat secara akal sehat,
kala itu perjalanan tersebut sulit dilaksanakan. Bahkan konon, berbagai ancaman
siap menggagalkan Jaka Tingkir dalam mewujudkan cita -citanya. Namun, berbekal
kesaktian yang dimiliki, Jaka Tingkir berhasil mengatasi semua cobaan. Bahkan
buaya-buaya yang awalnya mengganggu perjalanan Jaka Tingkir, justru berbalik
membantu menjaga gethek sang pendekar dalam menaklukkan arus Bengawan Solo.
2.
Urutan prosesi “Larung Gethek Jaka Tarub”
Dalam acara ini, biasanya seorang “putra
daerah” dijadikan sebagai tokoh Jaka Tingkir,lalu diiringi dengan perarakan
gethek yang berisi Satu kompi pasukan kraton Surakarta dan kraton
Mangkunegaran, yang terdiri dari Tamtama, Prawira, Jayeng Asro, dan pasukan
pengawal raja, Sorogeni, siap mengawal perjalanan Jaka Tingkir. Perarakan gethek Jaka
Tingkir dengan perahu bercorak Rajamala melaju di aliran sungai Bengawan Solo
ini, diawali dari Pesanggrahan Langenharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Arak-arakan ini nantinya akan melintasi bentaran sungai Bengawan Solo sepanjang
42 kilometer dan berakhir di makam orang tua sekaligus guru Jaka Tingkir, Kyai
Butuh, di Sragen.
Di iring-iringan, terdapat tumpukan ketupat yang dibuat
sebagai wujud syukur atas karunia Tuhan dan dibagikan saat acara larungan. Dalam
Larung Ageng ini, tiga titik menjadi tempat persinggahan tokoh “Jaka Tingkir”.
Selain Pendopo Langenharjo, di tengah perjalanan, Jaka Tingkir berhenti di
taman Ronggo Warsito atau Taman Gesang, Jurug Solo. Disini,tokoh Jaka Tingkir
berganti titian, dari gethek, dilanjutkan dengan kuda dan gajah sebagai alat
transportasi. Kebon Binatang Taman Jurug semakin marak, menyambut kedatangan
arak-arakan tokoh “Jaka Tingkir”. Gemulai tarian Gambyong Pare Anom, di Taman
Gesang, menambah hidup suasana Larung Ageng. Tujuan terakhir Kirab Larung Ageng
Jaka Tingkir, terletak 17 kilometer dari Taman Jurug, yakni makam orang tua
sekaligus guru Jaka Tingkir, Kyai Butuh, di Desa Butuh, Sragen. Keberadaan
makam orang tua Jaka Tingkir di Desa Butuh, Sragen, menjadi kebanggaan
tersendiri bagi masyarakat sekitar. Tidak heran, jika sepanjang pagi hingga
petang, dengan sabar, mereka menunggu kedatangan arak-arakan Jaka Tingkir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar